Selasa, 13 Maret 2018

Islam kaset dengan kebisingannya


Suara bising yang keluar dari kaset biasanya dihubungkan dengan musik kaum remaja. Rock ataupun dangdut, iringan musiknya dianggap tidak bonafide kalau tidak ramai.
Kalaupun ada unsur keagamaan dalam kaset, biasanya justru dalam bentuk yang lembut. Sudah tidak tentu tidak ada yang mau membeli kalau ada kaset berisikan musik agama yang berdentang-dentang, dengan teriakan yang tidak mudah dimengerti apa maksudnya.
Akan tetapi, ternyata ada 'persembahan' berirama, yang menampilkan suara labtang. Bukan musik keagamaan, tetapi justru bagian integral dari ucapan keagamaan. Berjenis-jenis seruan untuk beribadat, dilontarkan dari menara-menara masjid dan atap surau (mushola/langgar).
Apalagi malam hari, lepas tengah malam disaat orang srdang tidur lelap. Dari tarhim (anjuran bangun malam untuk menyongsong saat sholat subuh) hibgga bacaan Al-Qur'an, dalam volume yang diatur setinggi mungkin. Barangkali saja agar lebih terasa akibatnya kalau sudah terus tidak dapat tidur karena hiruk-pikuk itu, bukankah memang lebih baik bangun, mengambil air wudhu dan langsung ke masjid?.
Bacaan Al-Qur'an, tarhim dan sederet pengumuman muncul dari keinginan menginsafkan kaum muslimin agar berperilaku keagamaan yang baik. Bukankah shalat subuh adalah kewajiban?. Bukankah kalau dibiarkan tidur orang lalu menibggalkan kewajiban?. Bukankah meninggalkan kewajiban termasuk dosa?. Bukankah membiarkan dosa berlangsung tanpa koreksi adalah dosa juga?. Kalau memang suara lantang yang mengganggu tidur itu tidak dapat diterima sebagai seruan kebajikan (amar ma'ruf), bukankah minimal ia berfungsi mencegah kesalahan (nahi mungkar)?.
Sepintas lalu memang dapat diterima argumentasi skolastik seperti itu. Ia bertolak dari beberapa dasar yang sudah diterima sebagai kebenaran. Kewajiban bersembahyang, kewajiban menegur kesalahan, dan kewajiban menyerukan kebaikan. Kalau ada yang berkeberatan, tentu orang itu tidak mengerti kebenaran agama, atau justru mungkin meragukan kebenaran Islam?.
Undang-undang negara tidak melarang. Perintah agama justru menjadi motifnya. Apalagi yang harus dipersoalkan?. Kebutuhan manusiawi bagaimanapunharus mengalah pada kebenaran Ilahi. Padahal, mempersoalkan hal itu sebenarnya juga menyangkut masalah agama sendiri.

Mengapa diganggu

Nabi Muhammad mengatakan, kewajiban agama terhapus dari 3 manusia: merekea yang gila (hingga sembuh), mereka yang mabuk (hingga sadar), dan mereka yang tidur (hingga bangun). Selama ia masih tidur, seorang tidak terbebani kewajiban apa pun. Allah sendiri telah menyediakan mekanisme pengaturan bangun dan tidurnya manusia, dalam bentuk metabolisme badan kita sendiri.
Jadi tidak ada alasan untuk membangunkan orang yang sedang tidur agar bersembahyang kecuali ada sebab yang sah menurut agama, dikenal dengan 'illat. Ada kiai yang mengetuk pintu tiap kamar di pesantrennya untuk membangunkan para santri. Illat-nya: menumbuhkan kebiasaan bangun pagi, selama mereka masih dibawah tanggung jawabnya. Istri membangunkan suaminya untuk hal yang sama karena memang ada 'Illat: bukankah sang suami harus menjadi teladan bagi anak-anak dan istrinya dilingkungan rumah tangganya sendiri?.
Akan tetapi, 'Illat tidak dapat dipukul rata. Harus ada penjagaan untuk mereka yang tidak terkena kewajiban. Orang jompo yang memerlukan kepulasan tidur, jangan sampai tersentak. Perempuan yang haid jelas tidak terkena kewajiban sembahyang. Akan tetapi, mengapa mereka harus diganggu? Juga anak-anak yang belum akal baligh.
Tidak bergunalah rasanya memperpanjang ilustrasi seperti itu, akal sehat cukup sebagai landasan peninjauan kembali "kebijaksanaan" suara lantang ditengah malam. Apalagi kalau didahului tarhim dan bacaan Al-qur'an yang berkepanjangan. Apalagi, kalau teknologi seruan bersuara lantang dimalam buta itu hanya menggunakan kaset, sedang pengurus masjidnya sendiri tenteram tidur dirumah... hahaha... unik kan saudara?

Catatan Seorang Mahasiswa Veteran

Catatan Seorang Mahasiswa Veteran Untuk memahami dunia dengan cara berbeda, kita harus bersedia untuk mengubah sistem keyakinan kita, m...